Monday 7 November 2016

Gus Mus dan rasa rindu yang terbalas

Rumah Beliau tampak sederhana seperti rumah pedesaan dan tidak menampakkan kekayaan sama sekali. Tokoh kaliber nasional dan berkiprah mendunia ini tidak membatasi tamu untuk berkunjung ke rumah Beliau, kami bersama rombongan MATAN (Mahasiswa Ahlut Thoriqoh Al Mu'tabaroh An Nahdliyah) Kota Malang mendadak sowan pada beliau tanpa pemberitahuan sebelumnya secara resmi, dan Beliau menerima kedatangan kami dengan hangat.
Saya mengenal Gus Mus dari tulisan-tulisan beliau bertahun lalu melalui buku dan media massa, melalui puisi-puisinya atau sajak panjang bercirikan pesantren dan kemanusiaan. Jauh sebelum mengerti wajah beliau lebih dulu saya kenal nama 'Mustofa Bisri' dari buku di rak perpustakaan sekolah. Dan hari ini hari pertama sowan ke rumah Beliau.
Sungguh jauh yang saya bayangkan, dengan rumah kayu sederhana dipenuhi dengan rak kitab yang penuh, tikar sederhana, dan berbaur dengan asrama santri. Tokoh besar yang hidup sederhana ada pada diri Gus Mus. Beliau bisa saja membangun rumah mewah nan megah, tapi beliau tidak memilih untuk itu. Mungkin inilah pilihan hidup antara memilih mewah atau berkah?
Banyak orang mungkin mengenal karya 'Lukisan Kaligrafi' atau cerpen 'Gus Ja'far' dan lain sebagainya karya Gus Mus. Tapi tidak semua orang tahu bagaimana kehidupan sehari-hari beliau. Dengan rumah yang sederhana, ruang tamu lesehan, kehangatan menerima tamu, tidak membeda-bedakan siapa yang datang, dan selalu terbuka pada siapa saja yang datang.
Bersamaan dengan kedatangan kami 20 personil, ada juga tamu yang memasrahkan anaknya untuk mondok di pesantren Beliau. Dengan telaten beliau mendengarkan beberapa keluhan wali santri tersebut dan tetap bersahaja sebagai pengasuh Pesantren Roudhotut Tholibin, Leteh - Rembang - Jawa Tengah.
Melihat kearifan sikap dan kehidupan Beliau saja, seperti membaca puisi-puisi kemanusiaan karya Beliau. Seperti membaca cerita fiksi yang hari ini menjadi sebuah cerita nyata atau seperti mimpi yang menjadi nyata. Ya, Beliau memiliki jiwa kemanusiaan (ahlak) yang unggul. Dan Beliau telah membuktikan tulisan-tulisan karya Beliau pada kehidupannya.
Sebuah rasa bahagia bagi saya bisa berjumpa pada sosok yang saya kagumi. Meski hanya beberapa menit dan foto bersama saja, sudah menjadi obat hati, bahwa 'wong kang Sholeh kumpulono'. Dan jarang para fans bisa berjumpa apalagi bertamu apalagi dijamu apalagi disapa dengan sosok yang dikaguminya.
Rembang, 28 Juli 2016
Dalam serangkaian Rihlah MATAN

No comments:

Post a Comment

Kantin Kejujuran Al Ishlahiyah

ini adalah salah satu cara kami untuk membentuk kejujuran santri.