Thursday 26 April 2018

Ishlah Furniture, Wirausaha dan Langkah Awal



Usaha ini adalah salah satu pilihan saya untuk tetap berwira usaha, belajar bekerja, belajar mebagi waktu, belajar analisa usaha, belajar menjadi manajer toko, belajar sosialisasi, bagaimana membangun jaringan usaha, bagaimana menata sebuah toko, dan lain sebagainya. yang nantinya saya semakin banyak belajar tentang wirausaha secara langsung.

Modal awal
dengan modal awal sekitar 6 juta, saya nekat menjalankan usaha ini, dengan modal itu bisa saya belikan bantal, guling, kasur lipat, dan kasur palembang.

Kendala dan Halangan
Kendala terbesar sebenarnya adalah dari diri sendiri,




Wednesday 4 April 2018

Menawarlah dengan Bijak


Suatu sore setelah lelah keliling pasar, di perjalanan menuju parkiran mobil seorang pedagang tanaman bunga yang berusia sepuh menawarkan dagangannya:
Pedagang: “Neng, beli neng dagangan bapak, bibit bunga mawar 5 pot cuma 25.000 per pot”
Tadinya saya cuek, tapi tiba-tiba teringat pekarangan mungil di rumah yang kosong, wah murah nih pikir saya, cuma 25.000/pot, tapi ah pasti bisa ditawar.
Saya: “Ah mahal banget pak 25.000, udah 10.000/pot,” dengan gaya cuek saya menawar sadis.
Pedagang: “Jangan neng, ini bibit bagus. Bapak jual udah murah, 15.000 aja gimana neng bapak udah sore mau pulang.”
Saya ragu sejenak, memang murah sih. Di toko, bibit bunga mawar paling tidak 45.000 harga 1 pot nya. Tapi bukan saya dong kalau tidak berjuang.
Saya: “Halah udah pak, 10.000 ribu aja 1 kalau gak dikasih ya gak apa-apa,” saya berlagak hendak pergi.
Pedagang: “Eh neng…,” dia ragu sejenak dan menghela nafas. “Ya sudah neng gak apa-apa 10.000, tapi neng ambil semuanya ya, bapak mau pulang udah sore.”
Saya: (Saya bersorak dalam hati. Yeee…menang) “Oke pak, jadi 50.000 ribu ya utk 5 pot. Bawain sekalian ya pak ke mobil saya, tuh yang di ujung parkiran.”
Saya pun melenggang pergi menyusul suami yang sudah duluan. Si bapak pedagang mengikuti di belakang. Sesampainya di parkiran, si bapak membantu menaruh pot-pot tadi ke dalam mobil, saya membayar 50.000 lalu si bapak tadi segera pergi. Lalu terjadilah percakapan berikut dengan suami,
Saya: “Bagus kan yang, aku dapet 5 pot bibit bunga mawar harga murah.”
Suami: “Oohh..berapa kamu bayar ?”
Saya: “50 ribu.”
Suami: “Hah…!!! Itu semua 5 pot ?” dia kaget.
Saya: “Iya dong… hebat kan aku nawarnya? Tadi Dia nawarinnya 25.000 1 pot,” saya tersenyum lebar dan bangga.
Suami: “Gila kamu, sadis amat. Pokoknya aku gak mau tahu. Kamu susul itu si bapak sekarang, kamu bayar dia 125.000 tambah upah bawain ke mobil 25.000 lagi. Nih, kamu kejar kamu kasi dia 150.000!”
Suami membentak keras dan marah, saya kaget dan bingung.
Saya: “Tapi… kenapa..?”
Suami: Makin kencang ngomongnya, “Cepetan susul sana, tunggu apa lagi.”
Tidak ingin dibentak lagi, saya langsung turun dari mobil dan berlari mengejar si bapak tua. Saya lihat dia hendak naik angkot di pinggir jalan.
Saya: “Pak…… tunggu pak…”
Pedagang: “Eh, neng kenapa ?”
Saya: “Pak, ini uang 150.000 pak dari suami saya katanya buat bapak, bapak terima ya, saya gak mau dibentak suami, saya takut.”
Pedagang: “Lho, neng kan tadi udah bayar 50.000, bener kok uangnya,” si bapak keheranan.
Saya: “udah bapak terima aja. Ini dari suami saya. Katanya harga bunga bapak pantesnya dihargain segini,” sambil saya serahkan uang 150.000 ke tangannya.
Pedagang: Tiba-tiba menangis dan berkata, “Ya Allah neng… makasih banyak neng… ini jawaban do'a bapak sedari pagi, seharian dagangan bapak gak ada yang beli, yang noleh pun gak ada. Anak istri bapak lagi sakit di rumah gak ada uang buat berobat.
Pas neng nawar bapak pikir gak apa-apa harga segitu asal ada uang buat beli beras aja buat makan. Ini bapak mau buru-buru pulang kasian mereka nunggu. Makasih ya neng… suami neng orang baik. Neng juga baik jadi istri nurut sama suami, Alhamdulillah ya Allah. Bapak pamit neng mau pulang…,” dan si bapak pun berlalu.
Saya: (speechless dan kembali ke mobil).
Sepanjang perjalanan saya diam dan menangis, benar kata suami, tidak pantas menghargai jerih payah orang dengan harga semurah mungkin hanya karena kita pelit. Berapa banyak usaha si bapak sampai bibit itu siap dijual, tidak terpikirkan oleh saya.
Sejak itu, saya berubah dan tak pernah lagi menawar sadis kepada pedagang kecil manapun. Percaya saja bahwa rejeki sudah diatur oleh Tuhan.
Sebuah pengingat untuk kita yang kadang tidak adil dalam memperlakukan orang lain semena-mena. Semoga tidak terjadi pada kita dan jkka itu terjadi bisa menjadi bahan pertimbangan.
"Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung"

GUS

GUS
Oleh: Ahsani F Rahman
Dunia pesantren menyimpan banyak hal untuk diceritakan, termasuk juga tentang Gus (putra kyai) yang sebodoh apapun, senakal apapun, seburuk apapun harus tetap di hormati karena jalur keturunannya, bukan karena murni kebaikannya sendiri. Tidak hanya tambahan gelar 'Gus' saja untuk penghormatan itu, tapi juga dengan bahasa Jawa halus untuk berkomunikasinya, harus merunduk atau bahkan mencium tangannya ketika berjumpa. Kemudian masih harus ada unsur 'kualat' jika melanggar peraturan ini, dan tidak 'barokah' jika kita melakukan diluar tradisi ini.
Gus bukanlah dewa yang terus disembah-sembah, dan bukan juga raja yang terus disanjung-sanjung tanpa tahu pahitnya hidup. Bahkan penghormatan pada Gus bisa mengalahkan penghormatan pada guru atau ustadz kita sendiri yang lebih pintar, sholih, dan jelas perjuangannya untuk kalangan santri. Sedangkan Gus hanya bermodalkan nasab dan mendapatkan amplop mengalir tanpa tahu jasa apa yang telah dilakukannya. Sedangkan para guru masih tetap saja hidup apa adanya bermodalkan barokah.
Kemudian, penambahan gelar Gus masih belum memiliki standar tersendiri, bahkan kecenderungan pemberian gelar secara 'instant' ini semakin membikin sosok Gus yang semaunya sendiri, semakin membikin 'manja' dalam menjalani kehidupan, hal-hal yang seharusnya dengan proses panang didapatkan dengan cara instant, lebih mengandalkan darah birunya dari pada aspek manusianya, dan seringnya tidak tahu apa yang harus dilakukan seorang Gus sebagai keturunan atau sebagai tauladan.
Pada kasus beberapa Pesantren, sang Pengasuh juga masih sering memanjakan putranya untuk menguasai dinasti Pesantren tanpa adanya proses yang tepat. Karena setiap Ayah selalu membanggakan anaknya kepada siapa pun. Namun hal-hal ini sangat tergantung dengan bagaimana sosok Kyai memiliki kebijaksanaan dan penerapan pada kenyataannya.
Tentu kita mengenal sosok-sosok Gus yang benar-benar mumpuni dan sosok Gus yang abal-abal. Alias numpang tenar, kaya, terkenal, dan mapan dari perjuangan para leluhur-leluhur sebelumnya. Sebelumnya pernah penulis kupas tentang 3 jenis Gus; Gus Nasab, Gus Nasib, dan Gus Nasob. Juga ada 5 macam Gus; Gus Jadzab, Gus Kasab, Gus Kalap, Gus Ngalap, dan Gus Balap. Dalam istilah klasifikasi ini tidak ada standar khusus, namun hanya mempermudah untuk memahami saja.
Beberapa kewajiban yang tidak seharusnya, seperti Gus pada Pesantren salaf wajib bisa baca kitab kuning, Gus pada Pesantren Modern wajib memiliki gelar formal, Gus pada Pesantren Qur'an wajib hafal Qur'an, Gus pada Pesantren Dakwah wajib menguasai retorika dan pidato, Gus pada Pesantren Desa Wajib bisa ilmu batin, dan seterusnya. Hal tersebut seakan-akan adalah sebuah keharusan jika menjadi keturunan Kyai Pesantren tersebut.
Mengandalkan nasab adalah salah satu hal terburuk dalam diri gus. Ada Maqolah dari Imam Syafi'i, Tentang berbangga dengan nasab (keturunan)
الكفاءة في الدين لا في النسب, لو كانت الكفاءة في النسب لم يكن أحد في الخلق كفوءا كفاطمة بنت رسول الله صلى الله عليه وسلم, ولا لبنات الرسول صلى الله عليه وسلم.
Kehormatan terletak pada kadar agama bukan keturunan, andaikan kehormatan terletak pada keturunan niscaya tak ada seorang pun yang menandingi kehormatan Fatimah putri Rasulullah saw, atau putri-putri beliau lainnya.
Catatan lama, 15 Juni 2015
Dalam antologi pahit "Setelah hujan dan hujatan turun sore itu" Semoga bermanfaat dan mohon maaf jika ada kesalahan, dan juga bahan introspeksi menampar muka sendiri, sekaligus mohon pencerahan dari para netizen juga NUtizen.

Drop Out

Saya pernah kuliah, tapi tidak pernah lulus, saya pernah belajar di kampus tapi tidak pernah wisuda, saya gagal lulus dari kampus, tapi saya tidak ingin gagal dalam mengabdi untuk keluarga, agama, masyarakat, dan bangsa. Saya pernah merasakan pahitnya drop out (DO) dari kampus, dan saya sama sekali tidak menyesal. Saya tidak ingin memengaruhi siapapun untuk cara seperti ini, ini bukan hal yang baik. Biar aku saja, hahaha.
Namun mengapa saya bangga dengan DO? Karena selama saya belajar di kampus saya tergolong mahasiswa yang tidak layak disebut mahasiswa, tidak layak untuk lulus, tidak layak memiliki gelar sarjana, tak layak sebagai civitas akademi, tak rajin belajar, membaca, dan diskusi. Dan akhirnya saya malu jika menjadi sarjana bodoh, sarjana pengangguran, sarjana ijazah, sarjana tak mengerti tentang jurusannya.
Ketika itu saya sudah lelah atas kepura-puraan dengan topeng birokrasi pendidikan. Dan mengecewakan cita-cita orang tua agar saya memiliki gelar sarjana. Saat itu banyak cacian dari teman-teman atas prestasi DO saya, dibully saat wisuda, dan tak jarang sindiran halus menghujam dihati. Namun, saya tetap atas pendirian saya, saya siap menanggung segala resiko. Selalu saya tanamkan bahwa masa depan dan kesuksesan bukan karena ijazah dan gelar, tetapi karena niat diri dan perjuangan panjang.
Tak terasa hari ini adalah 4 tahun lalu saya DO dari universitas unggulan dan impian saya dahulu. Meski tak lulus yang penting pernah kuliah disini dengan segala kenangan dan perjalanannya. Hari ini saya mendapatkan hadiah luar biasa bagi saya dari almamater 'the learning University' tepat di kelas saya belajar dulu yang kini menjadi gedung rektorat. Hal yang tak pernah terbayangkan. Mengingat dulu saat ospek begitu banyak bayangan harapan setelah kuliah, cita-cita setinggi-tingginya, dan lulus dengan baik.
Dan benar, tentang masa depan siapa yang tahu, tentang DO siapa yang mau, masa lalu dan sekarang sama sekali berbeda. Namun satu hal yang masih membekas, bahwa belajar itu dimanapun, kompetisi itu siapapun, berjuang atas nama kemanusiaan dan keilmuan, dan tanpa memandang gelar atau status bahwa semua harus dihargai, dan semua boleh belajar setinggi-tingginya.
Ada salah satu sahabat saya yang bertanya, "lha lantas kamu kalau kuliah tidak mencari lulus dan tidak mencari ijazah lantas kamu mencari apa?" lantas saya jawab "saya mencari hikmahnya saja, hahaha", bahwa selalu ada alasan.
Maka ketika kita kembali pada masyarakat, tidak ditanya apa gelarmu, tapi ditanya apa karyamu?, apa prestasimu? apa perjuanganmu? Apa dedikasimu? Apa tujuan hidupmu? Tidak sekedar hidup, tapi menghidupi dan tidak sekedar gerak tapi menggerakkan. Wallahua'lam.
Warm Regard,
Ahsani F Rahman

Reconciled With Time




Reconciled With Time
By: Ahsani F Rahman
 
Closer with time by filling it with time-consuming activities. Nothing lasts, all will be forced to change by time. And we must learn to make peace with time because time will always force us to change, move or go. In time, the young will grow old, gallant will become weak, beautiful or handsome will turn into not beautiful or handsome, healthy will move to become sick. Together, the power will change hands, the glory will move lap, the personality will switch people, ownership will change status.
 
 
Time is a beautiful grace of God and a very close time to the heart of His Essence. Time is invisible, inaudible, untouched. Time is very near, there, and covers us. So naturally Allah says: 'By Time' (time) and God often swears by time.

Time is more senior than us, then do not have to set. But arrange ourselves to cover it by making peace with it and synergize with it. Formerly is now, later is now. Formerly produce now and later is the result of now. Time is past and present. Slow down or fast depending on a flavor: Happy, Calm, or Tense. Time will always remain everywhere that cannot be repeated or in advance.
 
 
We must understand three years of school and failure of exam, or one-minute waiting for the plane, or one who survived an accident in a second, or a runner a mile late, and how really meaningful a time. So if we want to have a meaningful time, then we must make sure that our activities are special. Bringing His many benefits and blessings. And ready to call him willingly anytime.
 
 
Our time will always be the same, but different ways to fill it. Happy running our respective activities. May we always be at peace with time.


Kantin Kejujuran Al Ishlahiyah

ini adalah salah satu cara kami untuk membentuk kejujuran santri.