Tuesday 8 May 2018

Haul Ke 62, Almaghfurlah KH. Abd. Chamid Hasbullah Said, Tambakberas Jombang

KH.  MARTAIN BERTUTUR TENTANG KH.  HAMID CHASBULLAH

Saat acara haul KH.  Abdul Hamid Chasbullah Tambakberas pada tanggal 12 Mei 2018 di GOR Bahrul  Ulum,  didatangkan salah satu santri KH. Abdul Hamid,  yakni KH. Martain (75),  pengasuh pesantren Al Hidayah di Batu Malang.  Kiai Martain yang mondok di Tambakberas sejak tahun 1955 hingga 1961 ini bercerita bahwa Mbah Hamid adalah 
Sosok kiai yg alim, aris,  tawadlu',  istiqomah dan wirai. 

Begitu alimnya beliau, sehingga sering menjadi mitra diskusi Kiai Abdul Wahab  Chasbullah tentang hukum fiqih. Dalam menjawab pertanyaan Mbah Kiai Wahab, Mbah Hamid menjawab di luar kepala,  "Kang, jawabanè iku nang kitab iki,  shohifah sakmene" (Mas,  jawabannya itu ada di kitab ini, halaman ini).  Begitu kitab yang dirujuk Mbah Hamid dibuka oleh Mbah Wahab, ternyata ta'bir kitab persis seperti  yang dicari Mbah Wahab,  dan yang dikatakan Mbah Hamid.

Kiai yang pernah disuapi langsung oleh Mbah Hamid dari sisa daharannya Mbah Hamid ini mempunyai pengalaman lain tentang Mbah Hamid yang saat difoto seringkali hanya kelihatan klompennya saja. Tidak hanya sulit difoto,  Mbah Hamid juga terkenal ahli menghentikan hujan. Kalau pawang hujan zaman sekarang biasanya merapalkan doanya beberapa hari sebelum hari H suatu acara. Namun bagi Mbah Hamid seketika itu juga.  Kiai Martain yang setelah dari Tambakberas melanjutkan mondok ke Lasem ini menyaksikan  sendiri saat imtihan (haflah), hujan deras luar biasa di pondok Tambakberas.  Dalam kondisi demikian,  Mbah Hamid naik podium sambil membawa pisang raja satu biji.  Pisang dikelupas dan dimakan  sepotong.  Begitu pisang tadi ditelan,  hujan  berhenti.  Sayangnya beliau tidak tahu doa apa yang dibaca oleh Mbah Hamid. 

Di luar tentang karamah di atas, Mbah Hamid merupakan kiai penggemar kopi. Beliau jika belum minum kopi, biasanya akan mengantuk dan tertidur saat mengajar santri bakda subuh. Hal ini begitu dipahami oleh Bu Nyai khodijah (Mbah Den), sehingga kopi akan selalu tersedia di pagi hari sebelum beliau memulai rutinan mengaji, bahkan tiap ngaji selalu tersanding kopi di sisi meja ngaji Mbah Hamid.

Begitu pahamnya Mbah Nyai Khodijah akan kebiasaan Mbah Hamid, terkadang mbah Nyai khodijah "menggoda" Mbah Hamid dengan kebiasaanya itu. Kalau setiap pagi sewaktu Mbah Hamid  akan mengaji selalu tersedia kopi.  Tetapi setelah pulang dari Sambong  (ke ndalem Bu Nyai Mukminah),  terkadang kopi tidak disediakan sehingga Mbah Hamid mengantuk dan tertidur di depan santri yang hendak mengaji

Tidak hanya bercerita tentang Mbah Hamid,  beliau juga bercerita tentang Mbah Wahab. Gus Latif Malik dapat cerita bahwa sepulang dari mondok di Lasem,  Kiai Martain mendirikan pesantren di Surabaya.  Sebagai santri, beliau sowan ke Kiai Wahab untuk minta restu. 

Ternyata saat itu di ruang tamu Mbah Wahab ada kiai dari pesantren Al Ittihad Poncokusumo Malang yang membutuhkan ustadz. Begitu Kiai Martain mungucap salam,  Mbah Wahab langsung berkata,  "Wes iki ae" (sudah, ini saja yang menjadi ustadz).  

Akhirnya kiai Martain tidak jadi minta restu,  sebagai santri yang baik, beliau ikut dawuh Mbah Wahab dengan meninggalkan pesantren yang sudah dibangun,  dan mengajar di pesantren Al Ittihad.  

Akhirnya pesantren Al Ittihad berkembang pesat dengan ribuan santri berkat petunjuk Mbah Wahab tersebut.  Setelah itu,  baru Kiai Martain mendirikan pesantren sendiri di Batu Malang.  

Tidak hanya bertutur tentang manakib Mbah Hamid,  alhamdulillah kami diberi ijazah Alfatihah dari Kiai Martain yang diajarkan oleh Mbah Hamid.  Kaifiyahnya agar sesering mungkin, kapan pun,  dan dimanapun membaca Fatihah. Ijazah Alfatihah ini sama seperti yang diajarkan oleh santri Mbah Hamid yang lain,  yakni Kiai Ma'shum dari Kedunggudel Ngawi. Namun hanya beda waktu membacanya, yakni 7 kali selesai sholat lima waktu.

No comments:

Post a Comment

Kantin Kejujuran Al Ishlahiyah

ini adalah salah satu cara kami untuk membentuk kejujuran santri.