Friday 5 June 2020

Gus Irul: Sebagai Kiai, Tetangga, dan Tauladan


Nama itu saya kenal beberapa tahun silam, lupa tepatnya. Gus Irul adalah sosok yang bersahaja, alim, istiqomah megajar, dan sabar. Dimata tetangga di jalan kramat, beliau tergolong warga yang loman dan tak banyak bercerita tentang kehebatan dirinya. Justru kehebatan itu nampak dari sebuah prestasi, pesantren yang dikelolanya, dan pengakuan orang lain. Beberapa kali berjumpa dalam rapat di MWC Singosari atau forum lain, Beliau seringkali diam dan tak banyak mengkritik. Malah justru diamnya ini yang membuat kami bertanya-tanya. Lumrahnya Kiai lain biasanya kritis dan tegas dalam berorganisasi dan mengabdikan dirinya masing-masing di NU. Ataupun jika Beliau tidak setuju atau ada saran, justru dengan sindiran otokritik (mengkritik dirinya sendiri) yang dimaksudkan untuk mengingatkan anggota lainnya dan dengan guyonan khas Beliau.

 

Padahal dulu sekitar tahun 2007 Beliau pernah mengkritik tentang “Fenomena Habaib” di Malang dan sempat viral pada masa itu, namun kecintaan Beliau pada habaib justru luar biasa dan Beliau pernah belajar langsung bertahun-tahun pada Syaikh Muhammad Ismail Zain Al Yamanidi Makkah. Namun beberapa tahun kemudian muncul fenomena yang dulu pernah dikritik oleh Beliau sebelumnya.

 

Sebagai tetangga, Beliau nampak istimewa saat menerima kami bertamu, “Lek sampean mriki niku sanes sowan, tapi ngopi” sering kali ucap Beliau dengan tersenyum. Sambil menggunakan kaos polos, sarungan, rokok geo, dan kemudian kopi hitam datang. Seringkali jika kami sowan, Beliau jarang bercerita atau memberikan nasehat, malah seringnya bertanya berbagai macam hal. Padahal kami datang itu ingin dapat nasehat, petuah, atau pengalaman-pengalan Beliau. Dan seringkali sebagai penghormatan kepada tamu sebelum pulang ada makanan nasi yang harus dimakan.

 

Pernah suatu hari kami sowan pada Beliau, malah kami yang tamu diberi oleh-oleh saat akan pamit pulang, kami yang tamu kebetulan tidak membawa apa-apa, karena memang niat silaturahmi dan tidak ada rencana sebelumnya kalau mau sowan, mengingat kejadian saat itu malunya bukan main, diterima salah tidak diterima juga salah (posisi malu dan serba salah), sudah minta do’a dan nasehat, diberi minum dan makan, pulang masih diberi oleh-oleh. Dalam oleh-oleh itu kami buka isinya gula dan teh celup, memang secara harganya murah, namun secara perhatian ini harganya sangat mahal. Perlakuan sederhana seperti inilah justru memiliki kesan tersendiri, bahwa menjadi orang baik itu sangat mudah. Inilah alasan mengapa saya menghormati dan mengagumi Beliau sebagai tetangga.

 

Sebagai pemimpin dan pengasuh, Beliau seringkali sangat mendukung kegiatan keagamaan ataupun Pondok Pesantren. Dulu saat saya bersama Gus Rofiq (Al Hikmah), Ust. Syafii Ghiram (NH), Ust. Luthfillah (PIQ), Mas Nuril (Saat itu belum menjadi kakak ipar, dan belum tahu kalau akan menjadi kakak ipar, hehe), Ust. Agus, dan para perwakilan pesantren lainnya, pernah aktif pada sebuah wadah ‘Formulassi: Forum Silaturrahmi Santri Singosari’. Saat itu memang untuk mengumpulkan delegasi pesantren dan menyamakan visi misi untuk bergerak dan berjuang bersama memang tidak mudah. Gus Irul menjadi satu-satunya Pengasuh yang tidak hanya mendukung pergerakan ini, namun juga siap direpoti dan membiayai agar organisasi ini tetap hidup, mengerahkan asatidz dan pengurus, dan selalu memfasilitasi setiap kegiatan. Pesan Beliau pun sederhana “Pokok sampean kabeh kudu mlaku, aku percoyo sampean kabeh, lek onok opo-opo sampean mrinio” dan tidak mendikte atau mengkritisi organisasi ini harus apa dan bagaimana. Hal ini menjadi kenangan istimewa bagi santri-santri muda seperti kami.

 

Banyak sebenarnya cerita dan kenangan bersama Beliau yang tak akan terlupakan, terutama kecintaan Beliau kepada Qur’an, bagaimana hidup secara Qur’ani, bagaimana menjadi guru yang baik, bagaimana mengabdikan diri, bagaimana menjadi tetangga, bagaimana hidup, bagaimana berkorban untuk orang lain, dan lain sebagainya. Hari ini adalah 100 hari Beliau wafat dan bertepatan dengan ulang tahun beliau ke 48 tahun, nanti pukul 15.30 pembacaan Yasin dan Tahlil yang tidak dilaksanakan bersama-sama seperti biasanya dikarenakan masih masa pandemi, namun tetap bisa mengikuti via live streaming dan dibaca dari rumah masing-masing. Dan ini sedikit tentang perjuangan dan kisah Beliau yang tidak akan hilang ditelan waktu. Wallahua’lam. Alfatihah.

 

Ahsani

Singosari, 1 Juni 2020 / 9 Syawal 1441


No comments:

Post a Comment

Kantin Kejujuran Al Ishlahiyah

ini adalah salah satu cara kami untuk membentuk kejujuran santri.