Tuesday 18 January 2022

Ishlahiyah 2022

 


SEJARAH SINGKAT

Pondok Pesantren Al-IshlahiyahSingosari berawal dari adanya beberapa remaja puteri di sekitar Bungkuk , Pagentan, Singosari, Kab Malang, yang mengaji pada Ibu Hasbiyah Hamid yang pada masa itu (1953) baru mulai tinggal di Singosari karena mengikuti suaminya (H. Mahfudz bin KH. Kholil Asy’ari).  Sebelumnya, di kediaman Almaghfurlah KH. Kholil Asy’ari yang beristrikan Nyai HalimahThohir (Puteri Almaghfurlah Mbah Thohir Bungkuk) telah menjadi tempat mengaji para perempuan di sekitar Bungkuk, Singosari, Malang, di bawah bimbingan Nyai Halimah, yang wafat mendahului suaminya.

Kehadiran Ibunda Hasbiyah ke Singosari (setelah 100 hari wafatnya Nyai Halimah) praktis menjadi penerus Nyai Halimah dalam peran mengajar ngaji masyarakat sekitar dan membawa magnet tersendiri bagi remaja puteri di Singosari untuk belajar mengaji. Semakin hari terus bertambah bahkan bermalam di kediaman Almaghfurlah KH. Kholil Asy’ari. Hingga saat keluarga H. Mahfudz-Hasbiyah berputra tiga dan berpindah rumah di seberang rumah orang tuanya, tepatnya di Jalan Kramat Singosari, sebagian santripun ikut pindah bersama keluarga H. Mahfudz-Hasbiyah.

Pada perkembangan berikutnya seiring dengan didirikannya PGANU (Pendidikan Guru Agama Nahdlatul Ulama’) di lingkungan Perguruan Nahdlatul Ulama’ Singosari (kini dikenal sebagai Yayasan Pendidikan Al Maarif) oleh KH. Masykur (Kakak ipar H. Mahfudz), banyak murid PGANU dari luar Singosari yang mengaji ke Ibu Hasbiyah sekaligus tinggal dan menetap  di keluarga H. Mahfudz-Hasbiyah.

Dengan gairah pergerakan Nahdlatul Ulama’, H. Mahfudz, yang saat itu menjadi pengurus MWTNU Singosari, mengorganisir para santri yang mengaji di rumah beliau dengan membentuk komsariat IPPNU (Ikatan Pelajar Puteri Nahdlatul Ulama’) yang diberi nama AL-ISHLAH (yang berarti maju/damai). Sejak saat itulah kediaman keluarga H. Mahfudz dikenal dengan sebutan Pesantren Puteri Al-Ishlah, dengan santri yang menetap sekitar 50 orang. Belakangan, nama Al-Ishlah diubah menjadi Al-Ishlahiyah.

Waktu berjalan dengan pasti, dan jumlah santri kian bertambah. KH. Mahfudz terus menerus berusaha bagaimana system belajar-mengajar di Pesantren Puteri Al-Ishlahiyah bisa terus maju. Pada tahun 1983 mulai dirilis model pengajian klasikal dalam bentuk Madrash Diniyah dan pada tahun yang sama KH. Mahfudz mengupayakan legalitas lembaga pesantren dengan mencatatkan kepada Notaris EH. Wijaya SH. Malang. Maka sejak saat itu Yayasan Pondok Pesantren Al-Ishlahiyah tertuang dalam Akte Notaris No. 17/1/YPP/YYF/III/1983.EH.Wijaya SH.

Dua tahun kemudian, tahun 1985, KH. Mahfudz Kholil berpulang ke Rahmatullah saat menunaikan ibadah haji, dengan meninggalkan sekian rencana pengembangan unit-unit pendidikan di lingkungan Yayasan Pondok Pesantren Al-Ishlahiyah, termasuk wacana pengembangan Pesantren Putera. Sepeninggal KH. Mahfudz, Ibu Nyai Hj. Hasbiyah Hamid bersama putera-puterinya bertekad untuk melanjutkan cita-cita almarhum. Dan saat ini, Yayasan Pondok Pesantren Al-Ishlahiyah telah berkembang dengan berbagai unit kegiatan sebagaimana yang dicita-citakan pendiri. Dan saat ini unit-unit yang berkembang di Yayasan ini meliputi  Pesantren dan Madrasah Diniyah Puteri Al-Ishlahiyah, Pesantren dan Madrasah Diniyah Putera Al-Ishlah, SMK Terpadu Al-Ishlahiyah, Play Group dan Day Care Al-Ishlah.

 

 


PENDIRI

KH. Mahfudz Kholil , lahir tahun 1926, adalah putera ke-4 dari pasangan KH. Kholil Asy’ari dan Nyai Halimah binti KH. Moh Thohir, Bungkuk, Singosari, Malang. Baliau nyantri di Lasem (MBah Baidlowi) dan Tebuireng (Mbah Hasyim Asy’ari). Saat nyantri di Tebuireng beliau bergabung dengan Tentara Indonesia dengan menggunakan nama Soegiono, ikut angkat senjata berjuang melawan penjajah. Dan setelah merdeka beliau kembali ke pesantren, tidak melanjutkan karir sebagai tentara sebagaimana sebagian temannya dari Malang, seperti Jusuf Ontowirjo, Mukhlas Rowi, dan Sullam Samsun.

 

Beberapa saat setelah pulang dari pesantren dan dianggap cukup umur, H. Mahfudz dinikahkan dengan gadis Jombang, Hasbiyah, puteri dari KH. Abdul Hamid Hasbulloh , adik KH. Abdul Wahab Hasbulloh yang saat itu sudah berteman baik dengan KH. Masykur (kakak ipar H. Mahfudz). Sebelum menikah, Hasbiyah remaja selain nyantri pada abahnya sendiri, juga menempuh pendidikan di Denanyar Jombang, nyantri di KH. Bishri Syansuri, paman iparnya sendiri.

 

Pertemanan KH. Masykur dengan KH. Wahab Hasbulloh adalah dalam rangka perintisan dan pengembangan Madrasatul Wathan di Singosari (kini dikenal sebagai Yayasan Pendidikan Almaarif Singosari) yang salah satu waqifnya adalah KH. Kholil Asy’ari. Dalam kesulitan meyelenggarakan kegiatan pendidikan di Madrasatul Wathan karena senantiasa diawasi oleh tentara Belanda, KH. Masykur bermimpi bertemu seseorang yang bernama Abdul Wahab, yang bisa membantu perjuangan di Singosari. Beliau mencari orang yang dikenal dalam mimpi tersebut di Surabaya. Dan benar, dalam rapat Nahdlatul Tujjardi Surabaya KH. Masykur melihat seseorang yang persis dengan orangyang dilihat dalam mimpinya, KH. Wahab Hasbulloh.

Dalam pertemuan pertama tersebut Kyai Wahab menyatakan kesiapannya membantu Kyai Masykur mengemnangkan Madrasatul Wathan di Singosari. Sejak saat itulah KH. Wahab Hasbulloh sering hadir ke Singosari.



Kalender 2022 ini adalah konsep lukisan minimalis, kerjasama dengan Cak Suhar Sumbul dan desain saya. alhamdulillah bisa membuat karya meskipun masih jauh dari predikat baik.







No comments:

Post a Comment

Kantin Kejujuran Al Ishlahiyah

ini adalah salah satu cara kami untuk membentuk kejujuran santri.