Tuesday 27 October 2015

Cerita tentang Ibu dan Embah


menjelang 1 tahun Embah, 4 tahun Ibu, 13 Tahun Lik Mad, dan 29 tahun Mbah Fud.
Sudah lama sekali saya menulis banyak hal tentang sosok Ibu dan Embah, yang pertama ingin saya ceritakan adalah sosok Ibu bagi saya dan bagi lingkungan sekitarnya. saya mengenal Ibu adalah sosok yang sangat sabar, sederhana, apa adanya, dan sangat menghargai siapa saja. masih teringat jelas ketika saya awal masuk di Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang, kurang lebih 3 minggu di pesantren Ibu nyambangi saya ke Pesantren, Ibu berangkat sendirian naik bus dari Singosari sambil membawa oleh-oleh untuk saya, rutenya dari Singosari naik Bus jurusan Surabaya, turun di Nusa Dua oper bus jurusan Mojokerto, turun di Mojokerto dan naik bus jurusan Jombang. perjalanan itu ditempuh kira-kira 4 jam. Ibu menjenguk saya dan diajak makan di warung dekat sekolah, diajak ke rumah suadara di Sambong naik Becak sekitar 1km.
Ibu juga terus memberikan dorongan agar terus belajar dan berakhlaq baik kepada siapapun. saya masih ingat Ibu pernah membawakan saya abon, kecap, sabun, bumbu pecel, dan banyak bekal 1 kardus penuh untuk kebutuhan sehari-hari, masih ditambah membawakan pakaian saya yang tertinggal, kira-kira Ibu membawakan 3 kardus ketika itu, padahal beliau naik bus, saya sangat kagum dengan Ibu. kemudian Ibu langsung pulang karena sampai rumah sore dan langsung ngajar diniyah, Ibu saya antar mencarikan bus di perempatan Sambong saya bertindak sok jagoan melambaikan tangan untuk memberhentikan bus. kemudian saya salim kepada Ibu ketika terlihat bus berhenti dan diberi Ibu uang 3ribu untuk naik becak ketika kembali ke Pesantren karena saya membawa 3 kardus yang berat jika dibawa sendiri. saya terharu ketika itu dan saya urungkan naik becak karena uangnya untuk saya simpan saja, saya berjalan menyusuri jalan ke pesantren kira-kira 1 km membawa 3 kardus, sambil terucap dihati saya "Ibu saja kuat membawa 3 kardus ini dari Malang-Jombang masak saya tidak bisa".
dan perubahan haliyah saya di Pesantren itu berubah drastis, entah faktor dari mana. saya setiap sebelum shubuh selalu bangun lebih dahulu dan langsung ke Masjid, saya heran mengapa saya bisa begini, padahal ketika itu tidak ada yang selalu mengingatkan, tidak ada peraturan bangun sebelum shubuh, saya sedikit demi sedikit juga semakin belajar menghargai siapapun, meski saya ketika itu masih kecil saya tidak terpikirkan mengapa saya bisa begini. saya berpikir apakah ini do'a dari Ibu? saya bisa memastikan itu. mungkin malam itu juga Ibu juga bangun mendoakan anak-anaknya. saya yakin ini pasti do'a yang selalu dipanjatkan oleh Ibu.
meski saya tidak sepintar kakak saya atau teman-teman yang lain, saya ingat masa-masa itu adalah masa yang sangat indah untuk dikenang, mengaji Kitab Riyadhus Sholihin di Gus Syifa pun hanya bisa mengoret-oret (maknai) dengan bahasa Indonesia, mengaji di Gus Im kitab Mukhtashor Ibnu Abi Jamroh juga tidak faham sama sekali, saya baca berkali-kali tidak paham sedikitpun, namun anehnya kitab itu penuh dengan makna, coretan keterangan ngaji, dan gambar-gambar masa SMP saya. apalagi setiap malam selasa ngaji Al Hikam di Kyai Jamaluddin Ahmad tidak membawa kitab, hanya membawa buku catatan karena saking bingungnya. catatan-catatan itu baru akhir-akhir ini aku fahami. lantas apa manfaat saya belajar dulu? saya baru faham nasehat salah satu guru saya dulu, lupa siapa yang menyatakan. intinya "seng wajib iku ngajine, fahame ora wajib", mungkin jika saja saya diberi faham dan pintar ketika itu saya tidak menghargai proses, saya cenderung acuh, atau semakin angkuh diantara teman lain atau bahkan guru saya. saya berusaha menjaga akhlaq, sering membantu apa saja, dan yang bisa saya bantu, karena saya rumongso ora pinter, agar ada nilai lebih. karena saat itu ketika ujian takhasus tidak bisa baca kitab sangat memalukan sekali. cerita bisa menjadi indah karena terdapat proses suka-suka yang dibentuk dimasa lalu.
Ibu juga sering memberi dorongan saya untuk terus mengaji, memperbaiki budi pekerti, bahkan saya sering ditegur ketika wudhu kurang sempurna dengan dalil bahasa arab, ketika itu saya tidak faham, namun anehnya ingat dalil itu hingga saat ini. atau tentang cara jama' takhir, tentang makan atau minum agar tidak sambil berdiri, niat sholat sunnah yang banyak macamnya, dan banyak pelajaran fiqih yang diberikan Ibu melalui kehidupan sehari-hari, Ibu adalah Madrasah pertama saya (Al Madrosatul Ula), mulai mengajar Iqro, mengajar tatacara ubudiyah, mengajar niat wudhu, mengajari membungkus es, mengajari hidup mandiri, dan mengajar banyak macam. setelah adik saya lahir kemudian Ibu fokus mendidik adik dan saya di didik oleh Lik Anis Wahyu privat setiap malam, dahulu kelas 2 MI di ajar oleh beliau kitab Madarij Durus Al Arobiyah karya Kyai Bashori Alwi, namun tidak juga faham-faham, karena lebih banyak mainannya. kemudian di ajari Matematika, Bahasa Inggris, dan lain sebagainya. namun tetap saja peringkat saya selalu nomor 1 dari bawah. hahaha. namun yang saya ingat saya diajari hafalan ayat kursi dan dongeng sebelum tidur. Alhamdulillah saya lahir di keluarga yang penuh kasih sayang.
namun Ibu tidak pernah kecewa dengan peringkat saya, saya heran sekali ketika itu. sebelum berangkat sekolah di bonceng sepeda onthel oleh Abi, sudah disiapkan seragam, sepatu, sarapan pagi, dan sangu tentunya. namun jam 8 saya sudah pulang, hahaha. kelas 2 MI Al Maarif saya sering bolos loncat lewat pagar sebelah dan lari ke tepi sungai terus pulang, setiap kepergok pulang ditanya "kok sudah pulang?" saya jawab "gurunya tidak ada". haha, saya sudah pintar berbohong ketika itu, namun sekali lagi Ibu tidak marah.
kedua, mengenai Embah (nenek), banyak juga warna yang telah diberikan oleh beliau. seperti dari keseharian beliau di masa-masa kecil saya, di pawon (dapur) selalu ramai ketika pagi sampai siang, di sela-sela itu Embah memberikan ikan pindang yang sudah diremuk-remuk dicampur nasi untuk diberikan pada kucing, ketika itu sangat banyak kucing di pawon, sekitar 15-an. sambil menggiring kucing "pus-pus-pus" dan kucing itu pun menggerombol sarapan pagi bersama. kejadian itu sekitar tahun 1995-an.
hingga tepatnya sekitar tahun 2007 Embah jatuh sakit, beliau terkena Stroke mendadak ketika itu Ibu masih sehat dan setiap hari merawat Embah, namun tidak ada yang pernah menyangka Ibu meninggal lebih dahulu tahun 2010 dan kemudian Embah tahun 2013. sebelum Ibu sakit saya menabrak angkot ketika perjalanan pulang dari Kampus ke Singosari, saya dirawat seminggu di RSI UNISMA, Ibu merawat saya selama di rumah sakit. namun sebuah pukulan berat ketika Ibu Sakit Kangker mendadak dan meninggal dunia setelah keluar-masuk rumah sakit, serasa pikiran ini hampa dan saya memutuskan berhenti kuliah, berhenti 4 semester, namun atas dorongan Abi saya harus tetap kuliah, dan saya melanjutkna lagi.
tidak membayangkan bagaimana keadaan Embah keluar-masuk rumah sakit dan sakit stroke selama 7 tahun. beliau sangat sabar menerima cobaan ini, sudah banyak cara yang ditempuh oleh seluruh keluarga untuk kesehatan Embah, namun bagaimanapun kenyatan dan takdir Allah telah digariskan. kini tinggal sebuah kenangan yang terukir, hati ini telah mencatat bagaimana kehidupan itu harus dijalani, banyak kenangan yang tidak bisa saya tuliskan lagi, terlalu banyak jasa yang tidak bisa saya balas, terlalu dini beliau-beliau meninggalkan dunia sedangkan saya masih membutuhkan nasehat, saya ingin membalas budi, namum penyesalan tanpa guna, sedangkan waktu terus bergulir menunggu giliran menghadap pada Allah sang maha pencipta.

No comments:

Post a Comment

Kantin Kejujuran Al Ishlahiyah

ini adalah salah satu cara kami untuk membentuk kejujuran santri.