Tuesday 27 October 2015

Gus Basith dan Secangkir kopi


Beliau bernama lengkap Abdul Basith bin In'am Sulaiman. Awal berkenalan ketika saya memasuki Universitas Negeri Malang, padahal sebelumnya sudah pernah kenal, kenalan yang kedua adalah mengenal personal lebih mendalam, bukan hanya kenal nama dan wajah, namun juga mengenal siapa, bagaimana, pendidikannya, etosnya, moralnya, candanya, dukanya, dan sejarah didupnya.
Behind the scene itulah ciri-ciri sosok misterius yang dulu pernah saya anggap egois, sebelum saya benar-benar mengenalnya, ternyata jauh dari anggapan negatif saya dulu. Saya bangga bisa mengenalmu sahabat. Ternyata kau jauh sudah melangkah dari pada temanmu yang lain. Tidak tanggung-tanggung dalam hal pendidikan S1 Pendidikan Biologi di UM, lanjut S2 dengan dua universitas di UM jurusan Pendidikan Biologi dan UB juga Biologi minat Biologi Molekuler, masih aktif dalam membina adik-adik di organisasi dengan baik, menjadi dosen muda, aktif di Pesantren Denanyar Jombang, staf di DPR-RI Pusat, dan yang kontrofersial adalah masih aktif mendampingi ngopi hingga larut malam di kedai-kedai kopi dengan diskusi panjang, padahal esok masih banyak kegiatan muali pagi hingga malam. Dan akhir-akhir ini sudah dilantik pada Pengurus Pusat LAKPESDAM NU di Jakarta. Mobad-mabid itu salah satu guyonannya.
Panggilan akrabnya adalah Gus Basith. Sebelumnya dalam dunia pesantren, ada istilah 'Gus' -putra dari Kyai atau keluarga Pesantren- dan ada tiga macam, Gus Nasab, Gus Nasib, dan Gus Nasob.
Pertama adalah Gus Nasab; adalah Gus yang memang lahir, tumbuh, pendidikan, di Pesantren, memiliki darah asli pesantren. Bagaimanapun tetap Gus karena lahir dari keluarga pesantren. Pandai atau tidak, mengabdi atau tidak, berkualitas atau tidak, diakui atau tidak, maka tetap saja Gus. Yang jelas ada kekurangan dan kelebihan sebagai manusia, sebagai keluarga, dan sebagai aturan norma.
Kedua adalah Gus Nasib; yang memiliki makna lebih lebar lagi, yaitu bisa melanjutkan perjuangan keluarga, memiliki pendidikan lebih tinggi (sebagai tuntutan, pendidik, dan panutan), memiliki kompenensi dalam dunia pesantren, tidak memandang nasab sebagai acuan, tapi lebih cenderung melihat kualitas diri, atau pemuda yang menikah dengan putri dari keluarga pesantren. Dan lain sebagainya masih banyak kriteria dan cara pandang dalam hal ini.
Ketiga adalah Gus Nasob, adalah tidak semua panggilan Gus itu memiliki nasab atau silsilah pesantren, bahkan bisa saja seorang tanpa keluarga pesantren tetapi pandai, tekun, dalam keilmuan agamanya, bagus ahlaqnya, dan akhirnya menjadi Gus Nasob. Makna Nasob sendiri dalam bahasa arab; Fathah; Fataha; atau membuka, buka. Dan hal ini pada akhir-akhir ini semakin marak penyebutan gelar ini, dan tentunya masih banyak fersi lain.
Maka dapat disimpulkan, ada Gus Nasib-Nasob, Gus Nasab-Nasob, Gus Nasib-Nasab, atau Gus Nasib saja, Gus Nasob saja, dan Gus Nasab saja. Dan yang terampuh adalah Gus Nasib-Nasab-Nasob, alias memiliki ketiganya. Namun sangat jarang bisa ditemukan.
Kembali pada cerita Beliau, entah tergolong yang manakah beliau, saya tidak bisa menyimpulkan kehidupan orang lain tanpa memahami lebih dalam. Saya hanya bercerita sosok easy to do but difficult to say alias banyak bekerja tetapi sedikit bicara atau bisa dibayangkan tapi begitu sulit dituliskan disini. Karena yang berbicara bukan beliau sendiri, namun prestasinya dan orang-orang disekitarnya, tanpa bermaksud menyombongkan atau memuja-muja, namun mengambil contoh yang baik, bahwa inilah yang patut dicontoh. Bukan orangnya namun perilakunya, ajine manungso soko lakune, ajine sapi soko daginge, lan ajine manuk soko suarane. Beliau Cicit Kyai Bisri Syansuri atau Cucu dari Kyai Shohib Denanyar, beliau putra ke 3 dari Ibu Lathifah Shohib.
Saya akan menunggu 10tahun kedepan, 20 tahun kedepan. (Bersambung) -warm regard, Ahsani, Your beloved friend. ‪#‎mohon‬ maaf bila EYD masih banyak kesalahan disana-sini.

No comments:

Post a Comment

Kantin Kejujuran Al Ishlahiyah

ini adalah salah satu cara kami untuk membentuk kejujuran santri.